BAGIAN I
PENDAHULUAN
I.
Latar
Belakang
Meskipun
banyak bermunculan bangunan-bangunan beton, terutama di kota-kota besar seperti
Jakarta dan Surabaya, tetapi peranan kayu sebagai bahan konstruksi masih
dianggap penting. Harganya yang tergolong murah, mudah didapatkan, dan mudah
dibentuk menjadikan kayu tetap menjadi pilihan masyarakat yang akan membangun
sebuah bangunan. Kegunaan kayu ternyata tidak hanya untuk bangunan saja, tetapi
juga dimanfaatkan sebagai bahan alat perabotan rumah tinggal, mainan anak, tiang
listrik, bahan baku kertas, dan kegunaan lainnya. Kayu mempunyai beberapa sifat
yang menguntungkan, di antaranya berat jenisnya ringan, kekuatan cukup tinggi,
elastis, dan cukup awet. Akan tetapi, kayu juga mempunyai sifat yang kurang
menguntungkan, seperti tidak tahan api dan bersifat higroskopis (mudah menyerap
dan melepas uap air). Di
indonesia, kayu untuk bahan bangunan digolongkan menjadi 4 macam sebagai
berikut : a). Kayu
berdaun jarum (pinus), b). Kayu berdaun lebar (jati), c). Kayu berdaun palma (kelapa), d). Kayu bambu. Tidak semua
jenis kayu mempunyai tingkat keawetan yang sama. Tingkat keawetan kayu sangat
beragam menurut jenis kayu dan umurnya. Semakin tua umur kayu semakin awet
pemakaiannya. Penyebab kerusakan kayu dapat diakibatkan dari organisme hidup,
seperti serangga, jamur, dan bakteri. Selain itu, juga dapat disebabkan dari
pengaruh iklim (hujan dan temperatur). Dalam pengawetan kayu, pengeringan
merupakan satu tahapan penting dalam proses tersebut. Sebelum diawetkan,
biasanya kayu dikeringkan terlebih dahulu sampai pada kadar air tertentu.
Proses pengawetan kayu sebenarnya bukan teknologi baru, akan tetapi pengawetan
kayu agar lebih kuat sangatlah penting yang tujuannya tidak membuat kayu mudah
rapuh. Salah satu sifat yang kurang menguntungkan adalah kepakaiannya terhadap
serangan organisme perusak kayu. Kerusakan kayu dapat terjadi pada waktu
penyimpanan dan pemakaian. Bahkan, pada kayu yang baru saja ditebang dapat juga
terserang organisme perusak kayu.
II. Faktor
Penyebab Kerusakan Kayu
Salah satu sifat kayu yang kurang menguntungkan adalah
kepekaannya terhadap serangan organisme perusak kayu. Kerusakan kayu dapat
terjadi pada waktu penyimpanan dan pemakaian. Bahkan, pada kayu yang baru
ditebang dapat juga terserang organism perusak kayu. Secara garis besar factor
yang dapat menyebabkan kerusakan kayu digolongkan menjadi dua, yaitu factor
biologis (hidup) dan factor non-biologis (mati).
A.
Faktor
Biologis
Cendawan atau jamur merupakan tanaman tingkat rendah yang
tidak berklorofil sehingga tidak dapat membuat makanan sendiri. Dengan
demikian, untuk hidupnya cendawan mengambil makanan dari tempat tumbuhnya yaitu
kayu. Pengambilan makanan oleh jamur itulah yang menyebabkan kerusakan pada
tempat tumbuhannya. Jika dilihat dari tipe kerusakan yang ditimbulkannya
cendawan perusak kayu dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu cendawan
pembusuk kayu dan cendawan pewarna kayu. Cendawan pembusuk kayu merupakan
penyebab utama kerusakan pada kayu. Jenis cendawan ini merusak dinding sel
sehingga dapat mengubah sifat fisik dan kimia kayu. Akibat serangan cendawan
ini kayu dapat mencapai kondisi yang disebut decay (kayu pembusuk). Cendawan pembusuk kayu dapat digolongkan menjadi
dua golongan yaitu, pembusuk cokelat dan pembusuk putih. Cendawan pembusuk
cokelat secara selektif menyerang selulose hemiselulose sertan meninggalkan
residu kecokelat-cokelatan. Akibatnya kayu akan berubah warna menjadi
kecokelatan-cokelatan atau kemerah-merahan. Akibat yang lain adalah timbulnya
retak-retak tegak lurus terhadap arah serat kayu. Berbeda dengan cendawan
pewarna cokelat dan cendawan pewarna putih mempunyai kemampuan untuk merusak
lebih dahsyat. Akibat serangan cendawan jenis ini warna kayu menjadi lebih muda
(pucat) dibandingkan dengan warna normal. Cendawan pewarna kayu biasanya
termasuk ke dalam kelas Ascomycetes. Cendawan ini sebenarnya tidak menurunkan
tingkat kekuatan kayu, tetapi menurunkan kualitas kayu terutama pada kayu yang
akan digunakan untuk kayu lapis, mebelmbahan baju pulp dan industry korek api.
Cendawan pewarna kayu mengambi makanannya dan bahan-bahan yang tersimpan dalam rongga
sel. Salah satu contoh cendawan pewarna biru. Jenis cendawan mudah ditemukan
pada jenis kayu berdaun jarum, misalnya tusam ( Pinus merkusil ). Beberapa
jenis kayu yang disimpan di tempat pengumpulan dan penimbunan mudah diserang
cendawan pewarna kayu. Spesies cendawan yang sangat umum dijumpai adalah Ceratocytis pilifera.
Kerusakan kayu oleh serangga terutam disebabkan oleh rayap
dan kumbang bubuk. Serangan serangga dapat terjadi pada pohon yang masih hidup,
kayu bulat yang sudah ditebang, kayu gergajian, produk kayu lainnya baik dalam
penyimpanan dan pemakaian. Derangan ditandai dengan adanya lubang atau pada
permukaan kayu. Akibat serangan serangga ini menimbulkan penampilan kayu
menjadi jelek dan menurunkan kekuatannya. Rayap berdasarkan tempat hidupnya
sebagai perusak kayu dikelompokan menjadi dua,
yaitu rayap kering dan rayap bawah tanah. Rayap kayu kering dapat masuk
ke dalam kayu yang terbuka diatas tanah secara langsung dari udara. Jenis rayap
ini tidak pernah masuk kadalam tanah. Dalam hidupnya, jenis rayap ini tidak
memerlukan tempat yang lembap. Rayap jenis ini dapat hidup dalam kayu dengan
kandungan air yang relative rendah. Serangan rayap kayu kering dapat dikenali
dari struktur yang menjadi tidak rata dan adanya kotoran terbentuk
butiran-butiran kecil yang ditinggalkannya. Rayap bawah tanah masuk ke dalam
kayu melalui bawah tanh atau lorong-lorong pelindung yang dibangunnya. Untuk
hidupnya, jenis rayap ini memerlukan tempat yang lembap secara tetap. Spesies
rayap bawah tanah yang sangat umum dijumpai adalah Heterotermes sp. dan Amitermes
sp. Kumbang bubuk kayu membuat lubang-lubang dalam kayu untuk mendapatkan
makanan dan tempat berlindung. Dalam penyerangannya kumbang bubuk kayu
meninggalkan bagian kayu yang tidak dicerna dalam bentuk halus. Larva kumbang
bubuk menggerogoti kayu secar tidak beraturan dan biasanya menyerupai daluran
yang besar. Jika serangannya hebat dan biasanya hanya tinggal sedikit kayu yang
tertinggal.
B.
Faktor
Non-biologis
Permukaan kayu yang berhubungan langsung dengan kondisi
lingkungan luar tanpa adanya perlindungan atau pelapisan, misalnya dengan cat
atau vernis yang dapat mengakibatkan kerusakan yang disebut pelapukan. Jenis
kerusakan karena faktor lingkungan berbeda dengan pelapukan akibat serangan
cendawan. Terjadinya pelapukan akibat kombinasi dari beberapa faktor seperti
cahaya, terkena hujan dan panas secara bergantian serta cendawan pembusuk
lunak. Penggunaan kayu yang tidak berada dibawah naungan atap, misalnya untuk
sirap, pagar papan dan lisplang yang tidak dilapisi yang mengakibatkan
permukaan kayu rusak. Kerusakan tersebut membuat permukaan kayu menjadi kasar,
berkerut, retak-retak kecil yang dapat meluas keseluruh potongan kayu dan
akhirnya permukaan kayu menjadi rapuh.
Api merupakan salah satu faktor penting yang menyebabkan
kerusakan kayu. Sifat mudah terbakar dari kayu merupakan hambatan utama dalam
penggunaannya sebagai bahan bangunan. Kenyataan telah membuktikan bahwa kayu
adalah bahan bangunan primer yang akan terbakar dan menyala pada suhu bakarnya.
Oleh karena itu, penggunaan kayu secara luas dan tanpa adanya sekat dalam
pembuatan kontruksi gedung perlu dihindari. Sebab terbakarnya kayu yang tidak
dilindungi pada suhu rendah oleh sumber kebakaran tergantung pada spesies dan
lebih ditentukan oleh faktor seperti
derajat kekeringan, suhu dari sumber panas, ukuran kayu, bentuk kayu dan detail
dari kontruksi.
III.
Pengeringan
Kayu
Pohon yang baru ditebang akan memiliki lubang-lubang dan selnya
masih banyak mengandung air. Dalam kondisi tersebut kayu yang baru ditebang
namanya kayu “hijau”. Untuk mengurangi kadar air dalam batang hingga tahapan
yang dihendaki perlu waktu dalam proses pengeringan. Kayu yang akan digunakan
sebaiknya memiliki kadar air antara 12-20%. Apabila kadar air melebihi 20%,
maka kayu tersebut akan mudah terserang jamur perusak. Pengeringan kayu sangat
penting yang bertujuan memperkecil kadar air dalam batang, mencegah kayu
terserang jamur dan serangga, meningkatkan kekuatan kayu dan mempermudah
pemakaian kayu. Contoh cara menghitung kadar air kayu : a). Diambil sebatang
kayu yang masih basah/baru ditebang sepanjang 1 meter dan berat, misalnya
beratnya A kg; b). Selanjutnya kayu tersebut dikeringkan slama 5-7hari kemudian
dihitung beratnya setelah dikeringkan, misalkan beratnya B kg. Kadar air air
dapat dihitung dengan cara : kadar air = (A-B)/B x 100 %. Selama ini
dikenal tiga cara pengeringan kayu, yaitu pengeringan secara alami oleh udara
luar, pengeringan dalam tungku pengering (buatan) dan kombinasi antara
pengeringan alami dengan pengeringan buatan. Masing-masing cara mempunyai
keuntungan dan kerugian tersendiri. Keuntungan cara pengeringan udara luar
mudah dan kerugiannya memerlukan waktu lama. Pengeringan alami oleh udara luar
berlangsung lamban karena tergantung dari udara serta panas oleh matahari dan
disirkulasikan oleh angin ke sel-sel kayu. Pada cara pengeringan ini sebaiknya
kayu-kayu disusun dengan sesuai yang bertujuan udara dapat bersirkulasi dengan
sempurna. Tumpukan kayu minimal tebalnya 2 meter untuk menghindari kelambatan
pengeringan dan menghindari noda-noda hitam dipermukaan kayu. Melakukan
pengeringan alami, membuat pondasi dengan batu bata. Tinggi pondasi dibuat
sekitar 35 cm dan jarak bata 100cm. Balok kayu dipasang melintang antara
pondasi yang disusun secara berurutan. Diantara masing-masing tumpukan kayu
dibatasi dengan kayu penganjal yang disebut (lat) berukuran tebal 2 cm dan
lebar 3 cm. Bertujuan untuk mencegah noda-noda pada permukaan kayu. Pada kayu
yang keras atau kayu yang tidak lentur jarak dengan (lat) penganjal dibuat 1
meter. Sebaliknya, untuk kayu yang lentur dan tebal jarak dengan (lat)
berkurang menjadi 0,5 meter. Tumpukan kayu tersebut harus dilindungi dari sinar
matahari dan hujan. Lama pengeringan kayu sangat bervariasi, tergantung jenis
dan ketebalan kayu.
Tabel 1. Waktu
pengeringan secara alami pada beberapa jenis kayu
JENIS KAYU
|
LAMA
PENGERINGAN /BULAN
|
Merantai ringan
|
4-5
|
Merantai berat
|
5-6
|
Keruing
|
4-6
|
Merbau
|
5
|
Kempas
|
5
|
Kapur
|
5
|
Balau
|
8-10
|
Mengurangi
kadar air 18-20 %, apabila dibawah menggunakan pengeringan buatan.
Gambar 1.1 pengering alami
Pengeringan
tungku adalah pengeringan buatan dan proses pengeringannya lebih cepat. Hal
inin disebabkan proses pengeringan sirkulasi udara dan temperatur dapat diatur
sesuai dengan kayu tersebut. Bahan tungku pengering dibuat dari batu bata dan
pemanasnya menggunakan pipa yang berisi air panas dapat menyebar naik melalui
celah-celah tumpukan kayu. Kelembapan didalam ruang dapat dikontrol dengan
melepaskan uap air kedalam ruang pengering. Untuk membuat sirkulasi udara
ruangan baik dan sempurna dapat ditambahkan kipas angin yang ditempelkan
dibagian atas ruangan.
Gambar 1.2 pengering tengku (buatan)
Pengering kombinasi secara alami dan
buatan yang merupakan perpaduan pengeringan secara alami dan buatan dapat
ditetapkan pada kayu yang tebal. Sebagai contoh papan kayu dengan ketebalan 5cm
dan berkadar air 20% hasil pengeringan alami dapat dikeringkan lebih lanjut
dalam tungku pengering hingga berkadar 11% dalam jangka waktu 3-12 minggu.
Kesalahan dalam penumpukan kayu akan mengakibatkan penurunan kualitas dari kayu
yang benar juga harus diperhatikan. Kayu yang akan ditumpuk dibedakan menjadi
dua, yaitu kayu yang digergaji bentuk persegi dan bukan bentuk persegi. Kayu bentuk
persegi kondisinya memungkinkan kayu yang berukuran panjang lebih baik ditumpuk
memanjang dengan jarak palin sedikit 2x5-3cm antar bagian dalam lapisan.
Tumpukan pada akhirnya menyerupai bentuk paket dengan lebar 100-120cm dan
tinggi 100cm. pada kayu gergajian bentuk persegi dan model penumpukannya
dibedakan atas tiga. Masing-masing model tersebut adalah penumpukan sejajar,
penumpukan bentuk Z dan penumpukan bentuk gunting atau menyilang. Penumpukan
model gunting dilakukan pada kayu yang kurang tahan lama dan mudah terserang
jamur biru. Kayu bukan bentuk persegi merupakan hasil gergaji yang berupa
lembaran dari sebatang pohon. Lembaran kayu tersebut biasanya belum langsung
digunakan dan disusun kembali sesuai bentuk asal serta ditumpuk blok.
Sifat beberapa jenis kayu pada
pengeringan alami adalah proses pengeringan secara alami dengan udara dan
masing-masing jenis kayu memiki ciri khas, misalnya kayu keruing, kayu kempas
dan kayu meranti. Kayu keruing proses pengeringannya secara alami dan banyak
mengalami kerusakan disebabkan karena cepat mengeluarkan air. Kerusakan terjadi
pada bagian ujung kayu yang menjadi retak-retak serta banyak noda-noda jamur. Pada
pengeringan kayu keruing dengan ketebalan 2,5cm, tidak memerlukan bantuan kayu
kecil lebih dari 1cm. kayu penganjal dibiarkan menjorok 0,5cm keluar dan
memerlukan perawatan yang khusus pada waktu pengeringan, misalnya dalam proses
pengeringan selalu diamati setiap harinya. Kayu kempas tergolong jenis kayu
yang sulit untuk dikeringkan dan dapat digunakan setelah dikeringkan secara
alami selama 5 bulan. Kayu meranti umumnya dapat dikeringkan secara alami
dengan mudah dan tidak mudah rusak. Ketebalan kayu penganjalnya 4 cm dan cara
penumpukan yang kurang rapat tidak mempengaruhi proses pengeringannya.
Kerugian dan kualitas kayu pada
pengeringan secara alami, misalnya retaknya kayu, jamur, noda bekas ganjal dan
perubahan warna kayu. Retak yang terjadi pada permukaan kayu akibat perubahan
temperatur dari panas ke hujan (mengembang dan berkerut). Jamur mudah
berkembang pada tingginya kelembapan dan kondisi temperatur. Menambahkan
tumpukan kayu kecil agar udara dapat masuk dan mencegah adanya jamur. Noda
bekas ganjal (kayu kecil) disebabkan tingkat ganjalannya terlalu lama. Oleh
karena itu, sebaiknya ukuran kayu penganjal disesuaikan dengan kebutuhan kayu
dan kerusakannya berubah warna menjadi pucat. Perubahan warna kayu akibat sinar
matahari dan berubah warna menjadi kelabu akibat terlalu lama dalam proses
pengeringan. Sebenarnya dalam mengatisipasi kerusakan diperlukan ketelitian
dalam proses pengeringan dan penempatan kayu serta melakukan pengulangan proses
pengeringan.
A. Keawetan Alami Kayu
Keawetan kayu alami adalah suatu
ketahanan kayu terhadap serangan jamur dan serangga dalam lingkungan yang
sesuai bagi organisme yang bersangkutan. Keawetan alami kayu diperoleh melalui
ujicoba sehingga diperoleh pembagian kelas awet kayu. Dalam dunia perkayuan
dikenal ada 5 (lima) pembagian kelas awet kayu. Kelas awet kayu I memiliki
jenis seperti kayu jati, ulin, sawo kecik, merbau, tanjung, sonokeling, johar,
bangkirai, behan, resak, dan ipil serta mencapai 25 tahun. Kelas awet kayu II
memiliki jenis seperti kayu weru, kapur, bungur, cemara gunung, rengas,
rasamala, merawan, lesi, walikukun, dan sonokembang serta umur pemakaiannya
mencapai 15-25 tahun. Kelas awet kayu III memiliki jenis kayu ampupu, bakau,
kempas, keruing, mahoni, matoa, merbatu, meranti merah, meranti putih, pinang,
dan pulai serta mencapai umur 10-25 tahun. Kelas awet kayu IV meliki jenis kayu
yan kurang awet seperti agatis, baayur, durian, sengon, kemenyan, kenari,
ketapang, perupuk, ramin, surian, dan benuang laki serta memiliki ketahanan
5-10 tahun. Kelas awet kayu V tergolong kayu yang kurang kuat seperti jabon,
jelutung, kapuk hutan, kemiri, kenanga, mangga hutan, dan marabung serta
memiliki ketahanan 5 tahun.
B. Pengawetan Kayu
Secara garis besar, proses pengawetan
kayu dibedakan menjadi dua golongan, yaitu proses pengawetan kayu tanpa tekanan
(non pressure process) dan proses pengawetan kayu dengan tekanan (pressere
process). Proses pengawetan kayu tanpa tekanan merupakan metode yang mudah
dilakukan dan hasilnya afektif. Ada 5 (lima) cara yang dikenal dalam metode
pengawetan kayu tanpa tekanan, yaitu pelaburan dan penyemprotan, pencelupan,
perendaman dingin, perendaman panas, dan perendaman panas dingin.
Peleburan/penyerempotan proses bahan
pengawet kayu dilaburkan atau disemprotkan pada permukaan kayu. Sebagian cairan
pengawet termasuk kayu dengan daya kapiler dan komponen pemakaiannya tergantung
beberapa keuntungan sebgai berikut : a). retensi dan penetrasi bahan pengawet,
b). tanpa peralatan banyak dan efisien dalam penggunaan volume bahan pengawet,
c). organik dan mudah menguap. Secara teknis pengawetan dengan cara pelaburan
dan penyemprotan tergolong sederhana dan mudah dilakukan. Memiliki syarat
sebagai berikut : a). pelaburan secara merata dan volume bahan pengawet
membutuhkan + 110 cc/m2 yang diencerkan, b). penetrasi yang
mudah terfiksasi dan daya fiksasinya tinnga agar tahan pelunturan, c).
pemilihan bahan pengawet memiliki nilai efikasi (kemajuran) yang tinggi
terhadap organisme tertentu. Pengawetan dengan pelaburan relatif sedikit
membutuhkan bahan pengawet. Pada pengawetan memiliki titik pokok keberhasilan
merupakan daya efikasi bahan pengawet terhadap serangan organisme perusak dan
benar-benar teruji.
Pencelupan (dipping) merupakan proses
pengawetan dengan memasukkan kayu kedalam larutan selama beberapa detik. Cara
pencelupan lebih mahal dibandingkan dengan pelaburan dan penyemprotan
memerlukan bahan pengawet lebih banyak. Memberikan penetrasi yang efektif
sampai kedalam retakan yang berlubang dan sentuhan bahan pengawet dengan kayu
lebih lama. Proses tersebut tidak beda jauh dengan penyemprotan dan tidak cocok untuk mengawetkan kayu yang
jumlahnya sedikit. Metode ini cocok untuk mengawetkan kusen jendela, pintu, dan
produksi kayu sejenisnya. Dengan bahan pengawet yang bersih, proses pengawetan
tidak menyebabkan perubahan dimensi kayu yang mencolok dan tetap dapat dicat
dengan baik serta waktu yang diperlukan untuk prncelupan + 3 menit.
Perendaman dingin dilakukan dengan
cara merendam kayu ke dalam bahan pegawet selama 1-5 minggu dan dalam suhu
kamar. Larutan bahan pengawet yang digunakan berupa bahan pengawet yang larut
dalam air atau larut dalam minyak serta larutan yang digunakan bercair. Dalam
prosesnya air dan bahan pengawet masuk ke dalam air serta tidak mengurangi
kadar cairan. Sebagian absorbsisnya berlangsung secara difusi garam dari
larutan pengawet ke dalam air yang sudah ada dalam kayu. Pada metode perendaman
dingin absorbsi paling cepat terjadi pada 2-3 hari pertama dan semakin lama
perendamannya semakin baik hasil yang dicapai. Proses pengawetannya bertekan
pada absorbsi dan peresapannya sama. Absorbsi yang diperoleh selama perendaman pada kayu kering yang sehat
hanya sedikit dan peresapannya tidak lebih dari 0,3-0,6 cm. Untuk memproleh
absorbsi yang lebih besar, konsentrasi larutan bahan pengawet harus lebih pekat
dibandingkan pada proses bertekanan. Pada kayu yang basah, sedikit sekali kayu
dari larutan akan menurun bila zat kimianya diabsorbsi. Dengan demikian, untuk
mencapai proses difusi diperlukan konsentrasi yang lebih tinggi dibandingkan
dengan kayu yang kering. Pada kayu segar peresapannya akan lebih baik
dibandingkan kayu kering. Dalam pelaksanaan metode perendaman dingin, kayu
ditumpuk sehingga seluruh larutan bahan pengawet mengenai permukaan kayu. Untuk
kayu gergajian, diantara lapisan-lapisannya perlu diganjal setebal 1,5 cm.
Diantara 2 potong kayu yang berdampingan untuk memungkinkan sirkulasi bahan
pengawet dan keluarnya udara yang mungkin terjadi dari dalam kayu. Perendaman
panas adalah metode pengawetan kayu yang direndam dalam larutan bahan pengawet
panas selama beberapa jam. Suhu yang digunakan dalam perendaman panas
tergantung pada jenis bahan pengawet yang digunakan. Sebagai contoh menggunakan
kresol, suhu bahan pengawet sampai 99oC dan pengawet yang larut
dalam air serta suhu yang dibutuhkan tidak terlalu tinggi.
Proses pengawetan dengan tekanan biasanya dilakukan pada
suatu silinder yang tertutup rapat dalam proses sel penuh dan proses sel
kosong. Tujuan penggunaan proses sel penuh adalah untuk mempertahankan sebanyak
larutan pengawet yang dimasukan kedalam kayu selama periode penekanan.
Berdasarkan jenis bahan pengawet, proses bethell dan burnett. Proses sel kosong
merupakan proses yang sangat cocok untuk mendapatkan penetrasi yang
sedalam-dalamnya dengan retensi yang terbatas. Pengawet yang dimasukan dengan
tekanan ke dalam kayu dikeluaran kembali dalam sel-selnya cenderung dilapisi
bahan pengawet dari pada diisi, proses reuping dan proses lowry.
C. Bahan Pengawet
Bahan pengawet kayu (BPK) adalah senyawa kimia yang diberikan
pada kayu agar menjadi tahan terhadap serangan organisme perusak. Syarat-syarat
bahan pengawet kayu secara komersial, misalnya mudah diresapkan ke dalam kayu,
daya penetrasi yang tinggi, bersifat permanen, tidak menguap, senyawa, dan
korosif terhadap logam. Efektifitas bahan pengawet kayu tergantung pada daya
racun dan sifat permanen telah teruji pada kayu.
PENUTUP
KLASIFIKASI
BAHAN PENGAWET KAYU
Bahan pengawet yang berupa minyak merupakan hasil sampingan
dari industri petroleum dan kreosol batu bara serta karbolineum. Kreosol batu
bara merupakan bahan hasil destilasi yang diperoleh karbonisasi arang bitumen
pada suhu tinggi dan zat terdiri dari hidrokarboni aromatik cairan padat.
Kelebihan kreosol batu bara mempunyai kelebihan daya racun yang ampuh terhadap
cendawan perusak, relatif tidak larut dalam air, dan kurang menguap. Kreosol
batu bara mempunyai sifat yang kurang sesuai dengan persyaratan, misalnya kayu
yang baru diawetkan dengan kreosol mudah terbakar, berbau, berwarna, dan kayu
tidak dapat dicat dengan baik. Kekurangan kreosol hanya digunakan untuk
mengawetkan kayu eksterior (luar), misalnya untuk tiang-tiang transmisi,
jembatan, pagar, dan bantalan rel kereta api. Bahan pengawet yang terlarut
dalam minyak mempunyai daya racun yang tinggi terhadap organisme perusak kayu
termasuk jenis pentaklor fenol dan kuprinaftenat. Pentaklor fenol (C6Cl5OH)
merupakan hablur senyawa kimia yang terbentuk dari reaksi klor dan fenol.
Dilarutkan dalam petroleum tidak efektif untuk mencegah cacing laut, tetapi
sangat efektif melindungi kayu dari serangan cndawan dan serangga. Kuprinaftenat
merupakan campuran asam neftenat yang diperoleh dari hasil pemurnian petroleum
dengan garam dari logam. Konsentrat dalam kadar logam tembaga permukaan lainnya
dibutuhkan kadar tembaga sampai 3% (10-30% naftenat). Jenis bahan pengawet
pentaklor fenol dan kuprinaftenat mengandung garam dari unsur-unsur, seng (Zn),
krom (Cr), tembaga (Cu), boron (Br), dan arsen (Ar). Berdasarkan garam
penyusunnya, bahan pengawet yang larut dalam air dibedakan menjadi beberapa
golongan : a). Golongan tembaga-chrom-arsen (TCA), misalnya: tanalith, kemira,
celcure, dan osmose; b). Golongan tembaga-chrom-boron (TCB), misalnya:
wolmanit; c). Golongan tembaga-chrom-fluor, misalnya: basitit; d). Golongan
boron-flour-chrom-arsen (BFCA), misalnya: koppers. Mekanisme masuknya bahan
pengawet ke dalam kayu melalui noktah-noktah berpasangan dari dinding sel yang
bersifat parmeabel mudah ditembus partikel. Masuknya cairan kayu ke dalam kayu
adanya tekanan dari luar sel dengan konsentrasi larutan kedalam rongga sel.
Difusi bergerak dari larutan yang berkonsentrasi tinggi kedalam larutan yan
berkonsentrasi rendah, karena bahan pengawet lebih tinggi dari cairan di dalam
sel. Bahan pengawet bergerak ke dalam sel dan menembus dinding sel mencapai
keadaan keseimbangan. Peresapan bahan pengawet kayu dipengaruhi oleh sifat
atomi kayu dan proses pengawetan.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdurrohim, S. dan Djarwanto. 2000. Pengawetan Kayu Rendaman.
Jakarta: Rineka
Cipta.
Singarimbun (Eds.) 1999. Metode Penelitian Survai. Jakarta:
LP3ES.
Arikunto, S. 1999. Prosedur Penelitian: Sesuatu Pendekatan
Praktek. Jakarta: Rineka
Cipta.
Tim Penyusun Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Universitas
Negeri Malang. 2007.
Pedoman
Penulisan Karya Ilmiah: Skripsi, Artikel dan Makalah. Malang:
UM.